Kamis, 03 November 2011
PERATURAN RUSUN
Koran Jakarta. Rancangan Undang-Undang tentang Rumah Susun (Rusun) akhirnya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi Undang-Undang Rusun (UU Rusun) lewat sidang paripurna pada 18 Oktober 2011. Undang-Undang ini merupakan produk hukum kedua di bidang perumahan yang dihasilkan dalam dua tahun terakhir, setelah sebelumnya disahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
UU Rusun ini terdiri dari 19 Bab dan 120 Pasal yang diharapkan dapat mendorong pembangunan hunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia. Legislatif membutuhkan waktu panjang hingga tiga kali masa persidangan untuk menyelesaikan pembahasan 711 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
UU Rusun yang baru disahkan itu merupakan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman, termasuk angka kekurangan (backlog) rumah yang terus meningkat. DPR dan pemerintah menjamin produk undang-undang hasil amandemen ini lebih komprehensif.
Wakil Ketua Panitia Kerja Rancangan UU Rusun, Mulyadi, mengatakan pengesahan undang-undang itu telah melalui beberapa kali pembahasan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan, seperti para pakar dari perguruan tinggi, perbankan, asosiasi profesi, badan usaha milik negara, lembaga swadaya masyarakat, serta penjaringan aspirasi ke beberapa daerah dengan mengadakan focus group discussion.
Poin penting dalam undang-undang ini adalah pembangunan apartemen komersial harus tetap mengedepankan pola hunian berimbang dengan membangun rumah susun menengah bawah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Mulyadi berharap aturan ini mampu mengatasi angka backlog perumahan yang sekarang diperkirakan mencapai 7,4 juta unit. Sementara kemampuan pasokan rumah hanya sekitar 200 ribu unit setiap tahun. Kepedulian terhadap pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah terlihat dari adanya kewajiban pelaku pembangunan apartemen komersial untuk menyediakan rumah susun umum sedikitnya 20% dari total luas lantai apartemen komersial. Ketentuan yang tidak ada dalam undang-undang rumah susun sebelumnya.
Hal lain, undang-undang mengatur soal tenggat waktu pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) paling lambat dalam jangka waktu satu tahun setelah unit rumah susun mulai terjual. Aturan itu menjamin penghuni untuk mengatur dan memutuskan berbagai kebutuhan mereka secara bersama-sama tanpa intervensi dari developer. Dan diatur pula mengenai hak suara penghuni dan pengembang.
Di samping itu ada aturan yang memungkinkan pemanfaatan lahan milik negara atau daerah untuk pembangunan rumah susun umum atau rumah susun khusus. Undang-undang juga memberikan perlindungan terhadap konsumen rumah susun, antara lain pengaturan pada pemasaran, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah pembangunan.
Terkait sanksi, Mulyadi menegaskan, pengembang yang melanggar ketentuan menyediakan sekurang-kurangnya 20% rumah susun umum dan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan menengah bawah akan dikenakan sanksi berat. Pengembang dapat dikenai denda paling banyak Rp 20 miliar atau dipidana penjara paling lama dua tahun.
"Denda itu akan disalurkan lagi oleh pemerintah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus lainnya," tegasnya.
Ketua Kelompok Kerja UU Rusun Kementerian Perumahan Rakyat, Sri Hartoyo mengatakan keberadaan UU Rusun akan melengkapi undang-undang lain di bidang perumahan yang sudah disahkan yakni Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kedua undang-undang ini nantinya menjadi pedoman bagi pemerintah dan seluruh stakeholder perumahan dalam mengatasi ketersediaan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Perumahan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan hunian vertikal mutlak dilakukan terutama di perkotaan," katanya.
Menurut Sri Hartoyo, UU Rusun yang baru disahkan telah mengatur pula mengenai kemudahan serta bantuan yang dapat dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk pengembang yang dapat menikmati insentif kalau membangun rumah susun.
Masyarakat dapat memperoleh kredit kepemilikan rumah susun dengan suku bunga yang rendah, jangka waktu kredit yang panjang, keringanan biaya sewa rumah susun, asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun, sertifikasi rumah susun, serta insentif perpajakan lainnya.
Sementara pengembang dapat memperoleh insentif berupa fasilitas kredit konstruksi, pengadaan tanah, proses sertifikasi tanah, perizinan, insentif perpajakan, serta bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Setelah disahkan, pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat masih memiliki tugas berat untuk menyusun per aturan perundang-undangan yang meliputi 15 peraturan pemerintah dan enam peraturan menteri. Kehadiran peraturan pelaksana itu nantinya diharapkan mampu mendorong percepatan pembangunan perumahan rakyat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar